Menteri Keuangan Sri Mulyani memprediksi kuartal III 2020 ekonomi Indonesia akan mengalami resesi ekonomi lagi. Karena pada kuartal III 2020 ekonomi akan kembali negatif hingga minus 2,9 persen.
Meluasnya wabah corona dalam negeri menjadi penyebab paling utama. Roda ekonomi tidak bisa berjalan seiring dengan hilangnya pendapatan warga yang membuat konsumsi dan produksi lemah.
Jika dalam dua triwulan berturut-turut, Indonesia mencatatkan pertumbuhan minus, maka resesi akan terjadi kembali. Menurut pengamat ekonomi, dampak dari resesi yang berpotensi paling dirasakan masyarakat adalah sulitnya mendapatkan lapangan pekerjaan, disusul dengan jatuhnya daya beli masyarakat karena berkurangnya pendapatan. Berkaca dari krisis ekonomi yang terjadi pada 1998 ya, jika resesi terjadi lagi, kami perkirakan Indonesia akan membutuhkan waktu lebih dari lima tahun untuk memulihkan ekonomi. Perekonomian Indonesia tercatat mengalami kontraksi sebesar 5,32% untuk kuartal kedua tahun ini.
Sebelumnya kita perkirakan untuk tahun ini adalah -1,1% hingga 0,2%, oleh sebab itu Kementerian Keuangan melakukan revisi forecast pada bulan September 2020. Forecast terbaru kisaran -1,7% sampai -0,6% pada September untuk 2020. Kata Sri Mulyani melalui konferensi pers virtual, pada hari Selasa (22/09/2020).
Itu bisa kami artikan sebagai negatif territory, yang mungkin akan terjadi pada kuartal III. Jika itu terjadi, maka mungkin masih akan berlangsung untuk kuartal ke IV yang kita upayakan bisa dekat 0% atau positif. Untuk tahun depan, kata Sri Mulyani, Indonesia tetap menggunakan sesuai yang sudah kami bahas dalam RUU APBN 2021, yakni antara 4,5%-5,5% dengan forecast titiknya pada 5,0%.
Forecast untuk Indonesia rata-rata berkisar antara 5%-6% itu bagi institusi lain yang melakukannya. OECD tahun depan prediksi kami akan tumbuh 5,3%, ADB sama 5,3%, IMF 6,1%, Bloomberg median view 5,4%, Word Bank di 4,8%. Namun semua perkiraan itu, sangat tergantung bagaimana perkembangan kasus Covid-19 dan serta pandemi ini. Itu juga sangat mempengaruhi aktivitas ekonomi.
Prediksi Sri Mulyani Indonesia Akan Mengalami Resesi
Pada 25 Agustus lalu, Sri Mulyani mengatakan proyeksi pertumbuhan ekonomi pada triwulan ketiga berada pada kisaran 0 persen hingga -2%. Adapun untuk keseluruhan tahun 2020, pertumbuhan ekonomi akan berada dalam kisaran -1,1 persen hingga 0,2 persen.
Pada kuartal III mungkin saja terjadi pertumbuhan negatif, karena tingkat konsumsi masyarakat masih lemah, meski mendapat bantuan sosial (bansos) dari pemerintah.
Investasi dan konsumsi domestik merupakan kunci utama untuk mengerek kinerja perekonomian pada kuartal III.
Kalau sudah melakukan langkah-langkah tadi namun hasilnya masih tetap negatif, maka akan sulit untuk masuk ke zona netral tahun ini.
Kelesuan ekonomi terlihat dari data penerimaan pajak. Pajak menggambarkan aktivitas ekonomi. Pajak Penghasilan (PPh) dibayarkan atas kegiatan yang menimbulkan tambahan pendapatan, sementara Pajak Pertambahan Nilai (PPN) hadir di hampir setiap transaksi. Jadi kalau penerimaan pajak seret, maka tandanya ekonomi juga sedang mampet.
Sepanjang Januari-Agustus 2020, penerimaan PPh non-migas tercatat Rp 655,3 triliun atau anjlok 14,1% dari pembandingan periode yang sama pada 2019. Memburuk jika kami bandingkan dengan Januari-Juli yang turun 13,5%.
Struktur PPh Indonesia masih didominasi oleh Wajib Pajak Badan ketimbang Orang Pribadi. Jadi penurunan PPh menandakan setoran dari dunia usaha jauh berkurang, perlambang laba yang anjlok.
“PPh Badan masih mengalami tekanan berat. Perusahaan mengalami tekanan yang luar biasa,” tutur Sri Mulyani.
Mengutip dokumen Analisis Hasil Survei Dampak Covid-19 terhadap Pelaku Usaha keluaran Badan Pusat Statistik (BPS), sebanyak 82,85% dari responden yang berjumlah 34.559 unit usaha mengaku mengalami penurunan pendapatan. Itu artinya delapan dari 10 perusahaan mengalami penurunan pendapatkan, hal ini bisa menyebabkan Indonesia akan mengalami resesi lagi.
Baca juga: Tips Menurunkan Berat Badan Saat Pandemi Corona