Pengusaha mengungkapkan rasa kekhawatiran akan ada pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran jika DKI Jakarta jadi PSBB jilid II. PSBB jilid 2 tersebut akan berlaku mulai 14 September 2020, pengusaha menilai hal itu akan semakin memperburuk kondisi dunia usaha. Jika usaha terpuruk, maka dunia usaha akan melakukan efisiensi yakni PHK kepada pekerja.
Menanggapi hal itu, Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia menyatakan, PSBB bukanlah kondisi yang menyenangkan bagi pelaku usaha. Sebab PSBB tesebut akan memukul kegiatan usaha dan menekan permintaan masyarakat. Padahal saat ini pelaku usaha sudah mati-matian mempertahankan eksistensi dan kinerja dengan modal yang semakin menipis, Jakarta. Kamis (10/9/1010).
Akan semakin banyak yang tidak mampu melanjutkan usaha dan pada akhirnya memicu PHK. Sehingga, peluang terjadinya resesi ekonomi akan menjadi semakin besar dan semakin mendekati kenyataan,” kata Wakil Ketua Umum, APPBI Alphonsus Widjaja.
Tak hanya itu, kebijakan tersebut juga bakal meningkatkan kasus pemutusan hubungan kerja (PHK). Ia memprediksi total tenaga kerja yang terkena PHK akibat kebijakan itu bisa mencapai 30 persen dari total tenaga kerja hingga akhir tahun ini.
Kalau prediksi itu benar, angka pengangguran meningkat dan menekan daya beli masyarakat tertekan.
Kekhawatiran Akan Ada PHK Ini Penjelasan Para Pengusaha
PSBB total, kata Alphonsus, akan berdampak lebih buruk bagi dunia usaha, jika membandingkan dengan PSBB jilid I pada April lalu. Pasalnya, pada kondisi PSBB sebelumnya pengusaha masih memiliki cadangan sumber daya untuk memasuki PSBB.
Namun, pada PSBB jilid kedua dari masa transisi yang mana kondisi dunia usaha sudah terpuruk sedemikian parah. Dunia usaha juga sudah tak lagi memiliki sumber daya untuk bertahan untuk masa yang akan datang.
Karena itu lah ia mendorong pemerintah untuk lebih peduli terhadap pengusaha dan tidak tanggung-tanggung dalam melakukan relaksasi kebijakan untuk sisa akhir tahun ini.
Itu tersuarakan karena sekarang kebijakan pemerintah banyak yang nanggung. Salah satu contoh kasus katanya, bisa dilihat dari kebijakan relaksasi iuran BPJS Ketenagakerjaan (BP Jamsostek).
Ia menilai relaksasi itu tak mempunyai dampak berarti bagi pengusaha. Pasalnya, pengusaha tetap diwajibkan membayar iuran seperti jaminan pensiun (JP) yang sebenarnya merupakan tabungan pekerja.
Seharusnya, kata Hariyadi, iuran tersebut ditiadakan dahulu sampai Covid-19 selesai dan kondisi perekonomian pulih.
Sementara itu Wakil Ketua Kadin Indonesia Bidang Hubungan Internasional, Shinta W Kamdani menilai, dampak buruk PSBB total untuk wilayah Jakarta tak akan separah kuartal sebelumnya.
Sebab, aktivitas ekspor sudah mulai berjalan dan orang sudah mulai terbiasa bekerja dari rumah.
Jadi untuk kekhawatiran akan ada PHK besar-besaran itu mudah-mudahan tidak terjadi ya.
Selama industri dan 11 sektor yang Pemprov sebutkan, jika mereka tetap berproduksi untuk memenuhi ekspor, saya rasa akan lebih baik, ujarnya.
Baca juga: WFH Jakarta 14 September Berlaku Untuk Semua Perkantoran